Kamis, 28 Juli 2011

Pemanasan global dan Pencemaran Alam


Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

Gunung Api Krakatau

Gunung Api Bawah Laut Sulawesi


Laut Sulawesi di barat Samudra Pasifik dibatasi oleh Kepulauan Sulu, Laut Sulu, dan Pulau Mindanao, Filipina, di utara, di timur oleh rantai Kepulauan Sangihe, di selatan oleh Sulawesi, dan di barat oleh Kalimantan, Indonesia . Laut ini berbentuk basin besar, dan kedalamnya mencapai 6.200 m. Memanjang 420 mil (675 km) utara-selatan dengan 520 mil (837 km) timur-barat dan wilayah permukaan totalnya 110.000 mil persegi (280.000 km persegi). Laut ini membuka ke barat daya melalui Selat Makassar ke Laut Jawa.
Laut Sulawesi merupakan potongan kolam samudera kuno yang terbentuk 42 juta tahun yang lalu di lingkungan yang jauh dari massa daratan apapun. Dari 20 juta tahun yang lalu, gerakan mengeras telah mendorong kolam laut ini cukup dekat ke gunung api Indonesia dan Filipina untuk menerima runtuhan vulkanik. Dari 10 juta tahun yang lalu Laut Sulawesi dibanjiri dengan jatuhan benua, termasuk batu bara, yang jatuh dari pegunungan muda yang baru berkembang di Kalimantan dan basin itu telah bergabung dengan Eurasia.
Batas antara Laut Sulawesi dan Sulu ada di Patahan Sibutu-Basilan. Arus laut yang kuat, parit samudera yang dalam dan gunung laut yang tinggi, bergabung dengan pulau vulkanik, mengakibatkan terbentuknya ciri oseanografis yang kompleks.

animasi Proses Kiamat

Rantai Makanan

Siklus Air


Merupakan proses perjalanan / siklus air

Gerhana Matahari